Perempuan Hari ini dalam Ekofeminisme

Oleh: Anyelir Putri Rahayu

Ekofeminisme yang ditulis  Vandana Shiva dan Maria Mies menawarkan analisis kritis terhadap patriarki, kapitalisme, dan kehancuran lingkungan, serta menawarkan visi alternatif yang lebih adil dan berkelanjutan. Paradigma ini melakukan kritik terhadap pembangunan modern sebagai model yang merusak lingkungan dan mengabaikan peran perumpuan, padahal perempuan memiliki hubungan yang lebih dekat dengan alam, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber agraria, termasuk melindungi benih lokal dan keanekaragaman hayati.

Perempuan dalam ekofeminisme menjadi penggerak  teori dan metodologi baru untuk mengembalikan kedaulatan kognitif. Pengetahuan baru ini menjadi counter hegomoni dalam upaya melawan dominasi ilmu pengetahuan modern yang menjadi instrumen-instrumen paling penting bagi munculnya penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan dalam kaitannya dengan lingkungan dan sosial.

Penjelasan tersebut sangat dekat mengenai pengalaman pendidikan kita yang menilai bahwa tubuh perempuan adalah alat reproduksi yang bebas sudah dijarah dan dieksploitasi dalam system kapitalisme. Alam, dalam hal ini sering sekali diandaikan sebagai tubuh perempuan. Misalnya, "Perempuan adalah bumi bagi kehidupan". Hal ini bukanlah suatu kebanggaan bagi perempuan karena pada maknanya, ditemukan bahwa perempuan sebagai bumi adalah yang banyak menghasilkan sumber daya, maka dapat pula dieksploitasi dan dijajah terus menerus. Hal itu yang menyadarkan kita bahwa ternyata perempuan dan alam adalah satu komponen yang dalam waktu ke waktu, masa ke masa, terus mendapatkan ketidakadilan.

Maka dari itu Ekofeminism lahir untuk mengubah tatanan kebijakan atau metode penelitian dalam melihat perspektif —sudut pandang— dari perempuan dan alam.  Dalam konteks pertanian, perempuan adalah pemasok sekitar 80 persen pangan dan menjadi pengelola setengah produk pangan dari seluruh dunia. Tetapi, karena perempuan terus ditekan dengan ekonomi, sosial, teknologi dan ilmu pengetahuan, maka perempuan terus-menerus dikendalikan atas dasar diversity. Ini membuat kualitas perempuan dalam pertanian menjadi menurun.

Perempuan hari ini sudah dikeluarkan dari sistem pertanian dan pengelolaan pangan modern, malah menjadi sangat buruk dan bodoh. Karena pasar yang terus menerus menuntut produksi, sehingga pertanian keluar dari proses alamiah dan berpikir bahwa proses alamiah tersebut adalah hambatan untuk memperoleh produksi. Alhasil, pertanian pada hari ini merusak komponen alam, tanah dan melahirkan produk pertanian yang buruk dan tidak berkelanjutan. 

Ekofeminisme memandang bahwa dunia, welas asih, cinta dan kebahagiaan sejati diperoleh dari sesuatu yang bersifat alamiah. Oleh karena itu, jika peradaban ingin agar keberlanjutan tetap berlangsung, maka semua orang harus kembali pada nature. Selain itu  kemandirian lokal dapat menjadi alternatif melawan kerusakan alam. Komunitas lokal yang otonom dan mandiri lebih mampu mengelola sumber daya alam dengan cara yang berkelanjutan dan adil.