Festival Bulan Juni 2025: Ruang Otonomi Sementara dengan Perspektif Gender
Palembang, 5 Juni 2025 — Di tengah teriknya siang Palembang, Festival Bulan Juni resmi dibuka oleh Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Wilayah Sumatera Selatan. Acara yang sederhana ini diisi dengan doa bersama untuk bumi, makan siang solidaritas, serta refleksi Hari Lingkungan Hidup Sedunia melalui pembacaan esai dan puisi. Namun, festival ini tidak hanya sekadar perayaan lingkungan; ia juga menjadi Zona Otonomi Sementara (Temporary Autonomous Zone/TAZ) yang mengedepankan ruang bebas dari kontrol negara dan pasar, sekaligus membuka ruang inklusif bagi kesetaraan gender.
Doa bersama yang dipimpin oleh Muhammad Husni, Ketua SHI Sumsel, menjadi simbol pengakuan atas kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh sistem yang terorganisir. Dalam konteks ini, festival juga menyoroti peran penting perempuan dan kelompok gender lainnya dalam gerakan lingkungan. Perempuan, yang sering menjadi penjaga sumber daya alam di tingkat komunitas, mendapatkan ruang untuk menyuarakan pengalaman dan kontribusinya dalam menjaga bumi.
Makan siang solidaritas yang berlangsung tidak hanya sebagai bentuk kritik terhadap program makan siang gratis negara, tetapi juga sebagai wujud solidaritas lintas gender. “Makan bersama di sini adalah simbol persamaan dan penghargaan terhadap peran semua anggota komunitas, termasuk perempuan yang seringkali menjadi tulang punggung keluarga dan penggerak perubahan di lingkungan mereka,” ujar Husni. Pendekatan ini menegaskan bahwa perlawanan ekologis harus inklusif dan mengakui kontribusi beragam gender.
Sesi pembacaan esai dan puisi menjadi puncak ekspresi kolektif yang menegaskan pentingnya suara perempuan dan kelompok minoritas gender dalam narasi lingkungan. Rajab dari Himapersta menyatakan, “Puisi adalah alat untuk menyampaikan amarah dan harapan tanpa harus berteriak. Melalui kata-kata, kami ingin mengetuk kesadaran bahwa krisis lingkungan juga berkaitan erat dengan ketidakadilan gender.”
Koordinator festival, Asmaran Dani, menambahkan bahwa Festival Bulan Juni berupaya menciptakan ruang otonom yang tidak hanya bebas dari hierarki formal, tetapi juga bebas dari diskriminasi gender. “Kami ingin ruang ini menjadi tempat di mana perempuan, laki-laki, dan identitas gender lain bisa saling mengenal dan berkolaborasi tanpa sekat institusi atau proyek,” ujarnya.
Konsep Temporary Autonomous Zone yang diusung festival ini selaras dengan prinsip inklusivitas dan kesetaraan gender. TAZ sebagai ruang sementara yang bebas dari kontrol negara dan pasar, memberikan kesempatan bagi komunitas untuk membayangkan dan mempraktikkan dunia alternatif yang adil dan setara. Festival Bulan Juni di Palembang menjadi contoh nyata bagaimana perlawanan ekologis dapat berjalan beriringan dengan perjuangan kesetaraan gender.
Festival akan berlangsung sepanjang bulan dengan berbagai agenda seperti diskusi, pemutaran film, musik akustik, dan lokakarya komunitas. Setiap kegiatan dirancang untuk memperpanjang umur TAZ dan menjaga ruang otonom tetap hidup, sekaligus memastikan bahwa perspektif gender menjadi bagian integral dari gerakan sosial dan ekologis ini.