Gerakan Ekofeminsme dalam mempertahankan Habitat Purun

Oleh: Ade Indriani Zuchri

Sebagai cabang dari feminisme dan ekologi politik, Ekofeminis mencoba untuk menegaskan adanya  penindasan dan dominasi semua kelompok yang terpinggirkan (perempuan, masyarakat adat, anak-anak, dan orang miskin) terkait dengan penindasan dan dominasi terhadap alam (hewan, tumbuhan, tanah, air, dan udara). Tujuan dari gerakan ini adalah untuk memberdayakan mereka yang terpinggirkan dan memulihkan kerusakan planet.

Konsepsi Ekofemionis mengacu pada konsep gender untuk menganalisis hubungan ini dan menegaskan perspektif feminis politik hijau yang menyerukan masyarakat egaliter dan kolaboratif di mana tidak ada satu kelompok yang dominan. Istilah ini diciptakan oleh penulis Prancis Françoise d'Eaubonne dalam bukunya Le Féminisme ou la Mort (1974).

Gerakan ekofeminis ini dapat dilihat dari gerakan akar rumput perempuan di Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan. Gerakan ini berfokus pada Upaya mempertahankan habitat purun (Eleocharis dulcis) di ekosistem gambut. Purun merupakan bahan baku untuk membuat tikar dan kerajian seperti tas dan topi. Kegiatan ini merupakan sumber mata pencaharian rumah tangga pedesaan.

Habitat purun terancam akibat perluasan perkebunan kelapa sawit dan kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran sendiri merupakan dampak dari konversi lahan gambut menjadi perkebunan dan hutan tanaman industri. Kondisi ini sangat meluas setelah tahun 2000, dimana pemerintah tanpa mempertimbangkan daya dukung lahan terus memberikan konsesi kepada perusahaan dalam luasan ratusan ribu hektar.

Selain konservasi lingkungan, gerakan ini juga melakukan advokasi kebijakan untuk kesetaraan gender dan keadilan iklim. Dari hasil kajian OWA Indonesia Institute ditemukan bahwa Aktivis ekofeminis di wilayah ini bekerja untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan dengan mengatasi keterkaitan isu gender, lingkungan, dan sosial. Dalam mencapai tujuannya perempuan akar rumput berjaringan dengan Organisasi Gerakan Lingkungan seperti Purun Institute dan Sarekat Hijau Indonesia (SHI).

Selain itu perempuan di wilayah ini memiliki model tata kelola masyarakat yang dipenuhi oleh narasi dan percakapan yang arif pada bumi untuk kerja-kerja penyelamatan dan kelola lahan gambut. Perempuan memiliki bayak kemampuan dialogis yang mampu bertawar kepentingan dengan perusahaan dan pemerintah daerah, sehingga menjadikan tata kelola gambut ini menjadi tugas dan tanggung jawab bersama di Kabupaten Ogan Komering Ilir.